LASKAR PELANGI


Sudah cukup lama saya tidak membaca buku-buku fiksi sejenis novel, padahal dulu saya penggemar berat pada jenis bacaan tersebut. Mungkin karena akhir-akhir ini perhatian saya lebih terfokus pada buku-buku berjenis motivasi dan pengembangan diri, maka minat terhadap bacaan fiksi jadi menurun. Belakangan baru tergoda lagi oleh Da Vinci Code dari Dan Brown yang cukup menghebohkan itu, kemudian terusik lagi oleh Ayat-ayat Cinta nya Habbiburahman. Dan beberapa waktu yang lalu, tergoda oleh beberapa milis yang membahas tentang Laskar Pelangi (LP) karya Andrea Hirata, saya mulai tergoda lagi untuk berfantasi ria. Dan ternyata heebboohhh banggeeet...
Seperti yang dialami oleh pembaca-pembaca lain, sepanjang membaca buku itu (yang benar-benar susah untuk dihentikan), emosi saya teraduk-aduk, antara keharuan dan kekonyolan isi buku tersebut.
Setelah menyelesaikan membaca buku itu, kesan saya cuma satu: SALUT pada Andrea sang penulis yang mempunyai keajaiban dalam menggambarkan detail setiap peristiwa yang dialami oleh dirinya dan orang-orang di sekitarnya.
Seperti beberapa pembaca lainyang baru menemukan buku itu belakangan ini, sayapun merasa terlambat menemukan buku itu, karena buku itu sudah diterbitkan sejak akhir 2005...!; kemana saja saya selama ini..?. Tapi ada untungnya juga, karena begitu menyelesaikan buku tersebut, saya bisa langsung membaca buku-buku lanjutannya; Sang pemimpi dan Endensor tanpa harus berlama-lama menunggunya. Meski demikian, ternyata saya sempet juga dibikin ketar ketir oleh buku LP itu. Ceritanya begini:
Setelah merasakan kedasyatan buku itu, saya langsung ingat pada anak saya yang juga hobi membaca dan sekarang tinggal di asrama. Maka saya niatkan untuk memberikan buku itu pada anak saya tersebut. Tapi belum sempet niat itu terlaksana, saya bertemu dengan seorang teman baik yang berprofesi sebagai guru dan pengasuh pesantren, dan sayapun tidak tahan untuk memberikan buku itu padanya, dengan asumsi toh nanti saya bisa membeli lagi untuk anak saya. Singkat cerita, Ketika saya menjemput anak saya untuk pulang dari asrama karena libur lebaran, sepanjang jalan saya menceritakan sekilas tentang kehebatan buku LP itu. Anak sayapun menjadi penasaran untuk segera membacanya. Akhirnya, sebelum kami sampai ke rumah, kami sempatkan untuk singgah dulu di Gramedia Serpong Mall. Tapi ternyata buku LP sudah tidak tersedia alias habis..! Padahal lima hari yang lalu, ketika saya membelinya, saya lihat masih cukup banyak. Supaya anak saya tidak kecewa, sayapun menghubungi petugas Gramedia untuk meminta info tentang no telepon yang bisa dihubungi dari Gramedia yang ada di sekitar itu, yaitu yang di Lippo Karawaci dan WTC Serpong. Petugas itu bahkan memberi no telepon semua Gramedia yang ada di Jabodetabek, Sayapun segera menghubungi kedua toko Gramedia terdekat, tapi ternyata di kedua toko itupun sudah tidak ada persediaan buku LP. Demikian juga ketika saya menghubungi Gramedia lain, yaitu Gramedia Daan Mogot Mall dan Gramedia Puri Mall. Saya agak panik dan anak sayapun kecewa, sementara satu-satunya LP yang saya miliki sudah terlanjur saya berika pada kawan saya. Karena hari sudah sore, maka pencarianpun dihentikan dengan menyisakan kepenasaranan: bagaimana sebuah buku bisa habis di lima toko Gramedia dalam waktu yang bersamaan?. Apakah karena tidak laku sehingga toko tidak menyiapkan persediaan lagi, atau justru sangat laku??.
Besoknya, begitu waktu menunjukkan pukul 10 (diperkirakan waktunya buka toko), saya segera menghubungi Gramedia lain, yaitu yang di Taman Anggrek, dan Alhamdulillah petugasnya menginformasikan bahwa masih ada sisa persediaan buku LP sebanyak dua buah..!!. Sayapun segera memesan dua-duanya. Tanpa menunggu sayapun segera meluncur ke Taman Anggrek. Sesampai di Gramedia Taman Anggrek, petugas yang melayani saya menginformasikan bahwa kebetulan pagi itu mereka baru dikirimi persediaan buku LP dari distributornya. Ketika saya buka keterangan cetakannya, ternyata buku LP yang saya beli itu adalah terbitan cetakan terbaru, yaitu cetakan kesembilan, dan saya melihat beberapa petugas toko itu masih mengatur tumpukan buku-buku LP di rak display buku Best Seller. Ketika saya mendekati rak tersebut, dua orang petugas toko yang terlihat lebih rapi (mungkin setingkat pengawas) sedang mengawasi pekerjaan anak buahnya sambil bercakap-cakap, karena jarak mereka begitu dekat dengan tempat berdiri saya, sayapun sekilas mendekar percakapan mereka.
“Pasti penerbit buku ini tidak menyangka bahwa buku ini akan menjadi best seller” kata petugas yang satu, yang segera dijawab oleh petugas yang satunya lagi; “iya... buku ini seperti kacang goreng saja...”.
Mendengar percakapan mereka, sayapun tersenyum miris, karena menyadari bahwa sayapun terkena korban pemburuan buku LP itu.

Akhirnya...
Pulang mudikpun menjadi asyik... Karena sepanjang jalan kami (saya dan anak saya) tidak hentinya-hentinya membicarakan kekonyolan si Ikal, Mahar, A Kiong, Trapani, Kucai, Syahdan, Harun, Samson, Sahara dan tentu saja kejeniusan Lintang, para pendekar Laskar Pelangi.